MALARIA
Definisi Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan
oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui
perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp. Indonesia merupakan salah
satu negara yang memiliki endemisitas tinggi.
Agent Penyakit Malaria
Agent penyakit malaria adalah genus plasmodia,
family plasmodiidae, dan order Coccidiidae. Ada empat jenis parasit malaria, yaitu:
· Plasmodium falciparu Menyebabkan malaria
falciparum atau malaria tertiana yang maligna (ganas) atau dikenal dengan nama
lain sebagai malaria tropika yang menyebabkan demam
setiap hari.
· P. vivax Menyebabkan malaria vivax atau
disebut juga malaria tertiana benigna (jinak).
· P. malariae Menyebabkan malaria kuartana atau
malaria malariae.
· P. ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak
di Afrika dan Pasifik Barat, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan
nyamuk dan munculnya gejala klinis sekitar 7-14 hari untuk P. falciparum, 8-14
hari untukP. vivax dan P. ovale, dan 7-30 hari untuk P. malariae. Masa inkubasi
ini dapat memanjang antara 8-10 bulan terutama pada beberapa strain P. vivax di
daerah tropis. Pada infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasi tergantung
pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2
bulan. Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti pemberian profilaksis yang
tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa inkubasi.
Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti
patogenesis penyakit infeksi pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor
penjamu, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain,
dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang
paling berat ,yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria berat),
malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu infeksi
asimtomatik.
Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang kurang rasional yang dapat mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan diagnosis malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite Incidence –nya rendah.
Gejala Malaria
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria
terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu yang diselingi
oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis
malaria antara lain sebagai berikut:
a. Badan terasa lemas dan pucat karena
kekurangan darah dan berkeringat.
b. Nafsu makan menurun.
c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
d. Sakit kepala yang berat, terus menerus,
khususnya pada infeksi dengan plasmodium
Falciparum.
e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas,
disertai pembesaran limpa.
f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai
kejang-kejang dan penurunan.
g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas
gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena
kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari
daerah malaria.
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
a. Demam berulang yang terdiri dari tiga
stadium: stadium kedinginan, stadium panas, dan stadium berkeringat
b. Splenomegali (pembengkakan limpa)
c. Anemi yang disertai malaise
Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:
1. Stadium dingin Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium Demam Setelah merasa kedinginan, pada
stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa
sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi
menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat
meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4
jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya
merozoit darah ke dalam aliran darah.
Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.
3. Stadium Berkeringat Pada stadium ini
penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu
badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal.
Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa
lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4
jam.
Penularan Malaria
Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria:
· Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk
anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka
parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh
nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit
orang sehat, maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.
· Penularan yang tidak alamiah
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena
ibunya menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta
sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau
melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para
pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril
c. Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada
burung, ayam (P.gallinasium) burung dara(P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).
Pencegahan Malaria
1. Pencegahan Primer
a. Tindakan terhadap manusia
a.1. Edukasi adalah faktor terpenting
pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas
yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan
tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting
pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan
tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
a.2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini,
dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
a.3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya
menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur
menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk
mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
a.4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi
aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya
mengigit.
b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap
Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup
efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan
sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu
kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk
infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini digunakan sebagai
kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia),
doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untuk
pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa.
c. Tindakan terhadap vector
c.1. Pengendalian secara mekanis Dengan cara
ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan, misalnya dengan
mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam
pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya
memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
c.2. Pengendalian secara biologis Pengendalian
secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup yang bersifat
parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa
serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk
terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi.
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk
jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini
sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme
yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu
bakteri yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan
cacing nematode yang mampu memeberantas serangga.
c.3. Pengendalian secara kimiawi Pengendalaian
secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan insektisida. Dengan
ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga
yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara
kimiawi berkembang pesat
2. Pencegahan Sekunder
a. Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu
dengan penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah
dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan
secara pasif dengan cara malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus
malaria.
b. Diagnosa dini
b.1. Gejala Klini Diagnosis malaria sering
memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang keluhan utama (demam,
menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare,
dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu
yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria,
riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat
mendapat transfusi darah.
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa :
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa :
· Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)
· Anemia
· Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati
(hepatomegali)
b.2. Pemeriksaan Laboratorium
· Pemeriksaan mikroskopis
· Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic
Test)
b.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia
darah, pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan
lainnya.
c. Pengobatan yang tepat dan adekuat
c. Pengobatan yang tepat dan adekuat
Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain,
malaria tidak dapat disembuhkan meskipun dapat diobati untuk menghilangkan
gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena
parasit dapat tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup.
3. Pencegahan Tertie
a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi
malaria
Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan
oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat
dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu
dan gangguan metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:
a.1. Pemberian obat malaria yang efektif sedini
mungkin
a.2. Penanganan kegagalan organ seperti
tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal,pemasangan ventilator pada
gagal napas.
a.3. Tindakan suportif berupa pemberian cairan
serta pemantauan tanda vital untuk mencegah
memburuknya fungsi organ vital.
b. Rehabilitasi mental/ psikologis
Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan
dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit
malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat
lanjut
TUBERKULOSIS ( TBC atau TB )
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan
bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum.Tuberkulosis menunjukkan
penyakit yang paling sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, tetapi
kadang disebabkan oleh M.bovis atau M.africanum.Tuberkulosis (TBC atau TB)
adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteriMikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut
pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang siapa saja
(tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap
tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar
140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia
adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Penyakit tuberkulosis biasanya menular melalui
udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan
pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya
berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul
di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang
dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah
atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi
hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan,
tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
2. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari suatu penyakit secara
umum dapat dibagi dalam tiga kelompok :
Penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita terselubung yakni penderita tanpa gejala atau hanya disertai gejala ringan saja.dimana penyakit tidak menampakkan diri secara klinis dan sangat sedikit yang menjadi berat atau meninggal dunia. Contoh Tuberkulosis dan hepatitis A.
Penyakit dengan penderita yang terselubung relatif sudah kecil, sebagian besar penderita tampak secara klinis, mudah didiagnosa dan hanya sebagian kecil saja yang menjadi berat atau berakhir dengan kematian. Contoh : campak (measles) dan cacar air (chickenpox)
Penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita terselubung yakni penderita tanpa gejala atau hanya disertai gejala ringan saja.dimana penyakit tidak menampakkan diri secara klinis dan sangat sedikit yang menjadi berat atau meninggal dunia. Contoh Tuberkulosis dan hepatitis A.
Penyakit dengan penderita yang terselubung relatif sudah kecil, sebagian besar penderita tampak secara klinis, mudah didiagnosa dan hanya sebagian kecil saja yang menjadi berat atau berakhir dengan kematian. Contoh : campak (measles) dan cacar air (chickenpox)
Penyakit yang menunjukkan proses kejadian yang
selalu disertai gejala klinis berat dan pada umumnya berakhir dengan kelainan
atau kematian bahkan sebagian besar berakhir dengan kematian. Contoh : Rabies
dan tetanus pada bayi.
Tuberkulosis sendiri masuk kedalam manifestasi
klinik penyakit kelompok 1 dimana penderita tuberkulosis tidak mempunyai gejala
menderita tuberkulosis atau hanya disertai gejala ringan saja Bentuk
patogenitas tuberculosis rendah sehingga hanya sebagian kecil saja penderita
yang menampakkan diri secara klinis atau tidak mempunyai gejala klinis yang
nyata dan sangat sedikit yang menjadi berat atau meninggal dunia. Bentuk
penyakit tuberculosis seperti bentuk gunung es (iceberg), dimana penderita yang
terdeteksi hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan.
Gejala penyakit tuberkulosa ada dua yaitu gejala
umum dan khusus
Gejala sistemik/umum
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung
lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat
disertai dengan darah).
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena,
bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagaimeningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagaimeningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Sewaktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
3. Metode Pencegahan Penyakit Tuberkulosis
a. Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat
pertama yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat
ditujukan pada host, agent dan lingkungan. Contohnya :
- Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis
(agent) bertujuan mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh agent
tuberculosis yaitu mycobacterium tuberkulosa serendah mungkin dengan melakukan
isolasi pada penderita tuberkulosa selam menjalani proses pengobatan.
- Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh
pada penularan tuberkulosa seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan
menyediakan ventilasi pada rumah dan mengusahakan agar sinar matahari dapat
masuk ke dalam rumah
- Meningkatkan daya tahan pejamu seperti
meningkatkan status gizi individu, pemberian imunisasi BCG terutama bagi anak.
- Tidak membiarkan penderita tuberculosis
tinggal serumah dengan bukan penderita karena bisa menyebabkan penularan.
- Meningkatkan pengetahuan individu pejamu
(host) tentang tuberkulosa definisi, penyebab, cara untuk mencegah penyakit
tuberculosis paru seperti imunisasi BCG, dan pengobatan tuberculosis paru.
b. Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosa dini dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ni ditujukan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita tuberkulosa (masa tunas). Contohnya :
- Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada
penderita tuberkulosa paru sesuai dengan kategori pengobatan seperti isoniazid
atau rifampizin.
- Penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin
dengan melakukan diagnosa pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada
orang dewasa.
- Diagnosa dengan tes tuberculin
- Anamnesa baik terhadap pasien maupun
keluarganya
- Melakukan foto thorax
- Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas
minum obat anti tuberkulosa
c. Pencegahan tertier atau pencegahan tingkat
ketiga dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan
permanent, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian.
Dapat juga dilakukan rehbilitasi untuk mencegah efek fisik, psikologis dan
sosialnya.
- Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara
sistematis dan berjenjang.
- Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir
terhadap pengobatan.
- Kadang kadang perlu dilakukan pembedahan
dengan mengangkat sebagian paru-paru untuk membuang nanah atau memperbaiki
kelainan bentuk tulang belakang akibat tulang belakang
HIV/AIDS
Di Indonesia HIV (Human Immunodeficiency Virus) telah menjadi epidemi yang angkanya cukup tinggi di seluruh Asia. Saat ini, epidemi HIV masih terkonsentrasi dengan tingkat penularan yang rendah pada populasi umum, namun tinggi pada populasi-populasi tertentu. Ancaman epidemi tersebut telah terlihat melalui data infeksi HIV yang terus meningkat khususnya pada kelompok beresiko tinggi di beberapa daerah.
HIV/AIDS
Di Indonesia HIV (Human Immunodeficiency Virus) telah menjadi epidemi yang angkanya cukup tinggi di seluruh Asia. Saat ini, epidemi HIV masih terkonsentrasi dengan tingkat penularan yang rendah pada populasi umum, namun tinggi pada populasi-populasi tertentu. Ancaman epidemi tersebut telah terlihat melalui data infeksi HIV yang terus meningkat khususnya pada kelompok beresiko tinggi di beberapa daerah.
Diperkirakan pada 2010 akan ada sekitar 110.000 orang yang menderita atau meninggal karena AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Dan sekitar 1 juta orang mengidap HIV.
Memang, penularan HIV tidaklah memandang usia, agama, status sosial, pendidikan, jenis kelamin, ataupun lainnya. Kurangnya informasi dan pengetahuan serta kesadaran masyarakat yang rendah tentang kesehatan reproduksi adalah salah satu sebab tingginya angka penularan virus tersebut.
Oleh karena itu, pendidikan kesehatan reproduksi
bisa jadi salah satu tahap untuk mencegah semakin meluasnya penularan HIV.
Selain pendidikan kesehatan reproduksi termasuk pada remaja, cara lain yang
dapat dilakukan adalah intensifikasi terapi lanjut bagi HIV positif; pencegahan
komplikasi pada penderita; perbaikan fasilitas kesehatan; serta penurunan beban
sosial atau diskriminasi bagi penderita.
Umumnya upaya pencegahan penularan HIV dilakukan
melalui tiga tahap. Antara lain:
1.Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang
terinfeksi HIV. Hal ini diberikan pada seseorang yang sehat secara fisik dan
mental. Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik; tidak menggunakan tindakan
yang terapeutik; dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan
ini meliputi dua hal, yaitu:
Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan
pendidikan kesehatan reproduksi tentang HIV/AIDS;
standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas;
secreening, dan sebagainya.
Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi;
kebersihan pribadi; atau pemakaian kondom.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) agar tidak mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.
Pencegahan ini dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi
yang tepat sehingga dapat mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA
tetap bertahan melawan penyakitnya.
Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining
dan pengobatan penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan
atau menunda keparahan akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau
meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang
teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang
tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat
penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah
komplikasi dan penurunan kesehatan.
Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS.
Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang terkena HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain.
Selain hal-hal tersebut, pendekatan yang dapat
digunakan dalam upaya pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS adalah penyuluhan
untuk mempertahankan perilaku tidak beresiko. Hal ini bisa dengan menggunakan
prinsip ABCDE yang telah dibakukan secara internasional sebagai cara efektif
mencegah infeksi HIV/AIDS lewat hubungan seksual. ABCDE ini meliputi:
A = abstinensia, tidak melakukan hubungan seks terutama seks berisiko tinggi dan seks pranikah.
B = be faithful, bersikap saling setia dalam hubungan perkawinan atau hubungan tetap.
A = abstinensia, tidak melakukan hubungan seks terutama seks berisiko tinggi dan seks pranikah.
B = be faithful, bersikap saling setia dalam hubungan perkawinan atau hubungan tetap.
C = condom, cegah penularan HIV dengan memakai
kondom secara benar dan konsisten untuk para penjaja seksual.
D = drugs, hindari pemakaian narkoba suntik.
E = equipment , jangan memakai alat suntik
bergantian.
Terakhir, pendekatan agama bagi sebagian besar
masyarakat juga merupakan pendekatan yang penting. Sebab, dengan meningkatkan
ajaran agama dan nilai budaya diharapkan perilaku hubungan seks berisiko dapat
dikurangi termasuk di kalangan muda mudi, sehingga angka pertumbuhan HIV dapat
menurun.
DIARE
Pengertian Diare
Pengertian Diare
Menurut WHO (1999) secara klinis diare
didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari
biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja
(menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam
sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.
Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari .
Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu ( Depkes RI, 2007) :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan
pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita
diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan
menderita dehidrasi berat lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini
memudahkan pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan
botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan
dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena
botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita
yang menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila
makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman
akan berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar
dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya
beranggapan bahwa tinja tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat
menyebabkan infeksi pada manusia.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut :
(1) infeksi yang dapat disebabkan :
a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli,
golongan vibrio, bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Staphyiccoccus aureus,
Campylobacter dan aeromonas
b) virus missal : Rotavirus, Norwalk dan norwalk
like agen dan adenovirus
c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris,
Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa,
Entamoeba histolitica, Giardia labila,
Belantudium coli dan Crypto;
(2) alergi,
(3) malabsorbsi,
(4) keracunan yang dapat disebabkan;
a) keracunan bahan kimiawi dan
b) keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi:
jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran,
(5) Imunodefisiensi dan
(6) sebab-sebab lain (Widaya, 2004).
Departemen Kesehatan RI (2000),
mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok yaitu:
1) Diare akut: yaitu diare yang berlangsung
kurang dari empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari),
2) Disentri; yaitu diare yang disertai darah
dalam tinjanya,
3) Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung
lebih dari empat belas hari secara terus menerus,
4) Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
4) Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Diare akut dapat mengakibatkan :
(1) kehilangan air dan elektrolit serta gangguan
asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia,
(2) Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa
renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah,
(3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya
cairan berlebihan karena diare dan muntah(Soegijanto, 2002).
Diare mengakibatkan terjadinya:
a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan
asam basa yang menyebabkan dehidrasi, dan asidosis metabolik.
b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa
renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa
disertai dengan muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan
asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati
penderita dapat meninggal.
Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya
cairan berlebihan karena diare dan muntah, kadang-kadang orang tuanya
menghentikan pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada
anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia
akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi
atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat
terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono, 2008).
Gejala Diare
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar
air dan elektrolit, terutama natrium dankalium dan sering disertai dengan
asidosis metabolik. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air
dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang
melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi
jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15% (Soegijanto, 2002).
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).
Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.
Pencegahan Penyakit Diare
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan
pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab
dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan.
Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan
untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu
maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
· Penyediaan air bersih
· Tempat pembuangan tinja
· Status gizi
1) konsumsi makanan;
2) pemeriksaan laboratorium,
3) pengukuran antropometri dan
4) pemeriksaan klinis.
· Pemberian air susu ibu (ASI)
· Kebiasaan mencuci tangan
· Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada
sianak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu
dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta
untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan
diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan
mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti
salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus
disesuaikan dengan klinis pasien.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare
jangan sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada
tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis
semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk
mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat
dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga
keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita
dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental
kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga
kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi
atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
Posting Komentar